Cite This        Tampung        Export Record
Judul Parama Sastra Bahasa Jawa/ Dr.Aryo Bimo Setiyanto,SH; penyelaras Meitia Dewi Selfiani
Pengarang Aryo Bimo Setiyanto, Dr.
MEITIA Dewi Selfiani
EDISI Cet.2
Penerbitan Yogyakarta: Panji Pustaka, 2010
Deskripsi Fisik xiii,443 hlm.;24 cm
ISBN 979-25-2732-X
Subjek BAHASA JAWA - TATA BAHASA
Abstrak PARAMA Sastra Bahasa Jawa memuat konsep unggah-ung- guhing basa, kasar alusing rasa dan jugar genturing tapa. Daiam perspektif ilmu kefilsafatan dikenal adanya logika-etika-este- tika yang merujuk pada aspek kebenaran, kebaikan dan kein- dahan. Tata pikir orang Jawa sejak dahulu kala mengenal adanya cipta-rasa-karsa. Secara berjenjang deskripsi filsafat ke- bahasaan itu terdiri dari tataran madubasa-badurasa-madubrata yang mencakup punua-madya-wasana. Madu basa meliputi sopan-santun berbahasa, tata cara, adat istiadat, terutama hal ikhwal memadu bahasa, demi ke- manisan madunya. Madu rasa meliputi tepa sarira, tepa-tepi, ung- gah-ungguh, eguh-tangguh, tuju panuju, empan papan, kala-mang- sa, dan duga prayoga. Kemanisan rasa yang dialami pada tingkat kedua ini lebih mendalam dan jauh lebih lama berlangsungnya daripada tingkatan pertama, juga lebih mengasyikkan. Kese- nangan orang yang sedang thalabul ilmi, ngudi kazuruh, tidah pernah berkurang bahkan selalu bertambah. Madu brata meli¬puti eling lan waspada atau awas eling. Nawung kridha, manusia dapat merasakan sendiri bahwa pemeliharaan hidupnya me- merlukan pengetahuan tentang tabiat alam yang berbeda- beda. Manusialah yang harus adaptif dan responsif terhadap alam dalam batas-batas seperlunya. Pangastuti yaitu daya ba- tin yang diridhai Tuhan (jinurung ing ghaib), yang mampu mengalahkan sura dira jayaningrat. Para pujangga Jawa dan sarjana winasis pada umumnya sedikit bicara. Tekanannya terletak pada pengolahan diri dan pembinaan kepribadian. Mereka yang ada di depan, para pe- muka masyarakat, para pemimpin, haruslah asung tuladha. Golongan menengah mangun karsa dan mayoritas rakyat tut wuri handayani. Walaupun demikian bukannya pelajaran-pela- jaran tadi lalu bercerai-berai dan berserakan tanpa sistem, melainkan segalanya berlangsung dengan hati-hati, memerlukan kehalusan perasaan, intensitas kemauan dan bertingkat- tingkat.#
[JawaNeka (43)]
Catatan Bibliografi hlm 443-444
Bahasa Indonesia

 
No Barcode No. Panggil Akses Lokasi Ketersediaan
12201100275 499.222 5 ARY p Baca di tempat DISPERPUSIP JATIM - Ruang Deposit Tersedia
12201100276 499.222 5 ARY p Dapat dipinjam DISPERPUSIP JATIM - Ruang Deposit Tersedia
Tag Ind1 Ind2 Isi
001 JATIM-12110000000105
005 20160921110330.0
006
007
008 ind
020 # # $a 979-25-2732-X
035 0010-121100000000105
040 # # $a JIPDSUR
082 # # $a 499.222 5 $2 [22]
090 # # $a 499.222 5 ARY p
100 # # $a Aryo Bimo Setiyanto, Dr.
245 # # $a Parama Sastra Bahasa Jawa/ $c Dr.Aryo Bimo Setiyanto,SH; penyelaras Meitia Dewi Selfiani
250 # # $a Cet.2
260 # # $a Yogyakarta: $b Panji Pustaka, $c 2010
300 # # $a xiii,443 hlm.; $c 24 cm
504 # # $a Bibliografi hlm 443-444
520 # # $a PARAMA Sastra Bahasa Jawa memuat konsep unggah-ung- guhing basa, kasar alusing rasa dan jugar genturing tapa. Daiam perspektif ilmu kefilsafatan dikenal adanya logika-etika-este- tika yang merujuk pada aspek kebenaran, kebaikan dan kein- dahan. Tata pikir orang Jawa sejak dahulu kala mengenal adanya cipta-rasa-karsa. Secara berjenjang deskripsi filsafat ke- bahasaan itu terdiri dari tataran madubasa-badurasa-madubrata yang mencakup punua-madya-wasana. Madu basa meliputi sopan-santun berbahasa, tata cara, adat istiadat, terutama hal ikhwal memadu bahasa, demi ke- manisan madunya. Madu rasa meliputi tepa sarira, tepa-tepi, ung- gah-ungguh, eguh-tangguh, tuju panuju, empan papan, kala-mang- sa, dan duga prayoga. Kemanisan rasa yang dialami pada tingkat kedua ini lebih mendalam dan jauh lebih lama berlangsungnya daripada tingkatan pertama, juga lebih mengasyikkan. Kese- nangan orang yang sedang thalabul ilmi, ngudi kazuruh, tidah pernah berkurang bahkan selalu bertambah. Madu brata meli¬puti eling lan waspada atau awas eling. Nawung kridha, manusia dapat merasakan sendiri bahwa pemeliharaan hidupnya me- merlukan pengetahuan tentang tabiat alam yang berbeda- beda. Manusialah yang harus adaptif dan responsif terhadap alam dalam batas-batas seperlunya. Pangastuti yaitu daya ba- tin yang diridhai Tuhan (jinurung ing ghaib), yang mampu mengalahkan sura dira jayaningrat. Para pujangga Jawa dan sarjana winasis pada umumnya sedikit bicara. Tekanannya terletak pada pengolahan diri dan pembinaan kepribadian. Mereka yang ada di depan, para pe- muka masyarakat, para pemimpin, haruslah asung tuladha. Golongan menengah mangun karsa dan mayoritas rakyat tut wuri handayani. Walaupun demikian bukannya pelajaran-pela- jaran tadi lalu bercerai-berai dan berserakan tanpa sistem, melainkan segalanya berlangsung dengan hati-hati, memerlukan kehalusan perasaan, intensitas kemauan dan bertingkat- tingkat.#
520 # # $a [JawaNeka (43)]
521 # # $a Dewasa
650 # # $a BAHASA JAWA - TATA BAHASA
700 # # $a MEITIA Dewi Selfiani
850 # # $a JIPDSUR
852 # # $a JIPDSUR
990 # # $a 356.415/BPK/P/2011
990 # # $a 356.416/BPK/P/2011
Content Unduh katalog