03473 2200325 4500001002100000005001500021035002000036008003900056040001200095041000800107043001200115082002600127090002800153100002000181245020500201260007600406300003400482500004800516504002700564520237100591520003302962521002702995650001703022700002003039850001203059852001203071999002603083084002603109990001203135INLIS00000000001788720170505102141 a0010-0517000079170505 | | |  aJIPDSUR aInd aa-io-ji a616.995 095 982 807 2 aCB[G]-D13/2015-180 [37]0 aFendy Suhariadi1 aHealth belief model (HBM) pada masyarakat berisiko terdampak penyakit tuberkulosis paru di Surabaya :btahun ke 2 dari rencana 2 tahun /cProf. Dr. Fendy Suhariadi MT, Psi, Wiwin Hendriani S.Psi, M.Si aSurabaya :bLembaga Penelitian dan Inovasi Universitas Airlangga,c2016 aiv,54 hlm. :bilus. ;c29 cm. aTahun ke 2 dari rencana 2 tahun. Tahun 2016 aBibliografi Hlm 37-42 aPrevalensi kasus Tuberkulosis (TB) Paru di Indonesia secara umum menurun, diikuti dengan meningkatnya angka case detection rate (CDR) dan case notification rate (CNR) yang meningkat tajam, bahkan telah melampaui standar minimal yang ditetapkan oleh WHO. Meskipun begitu, diakui oleh Kementerian Kesehatan RI bahwa angka penderita BTA positif yang belum mendapatkan perawatan kesehatan yang lavak masih tergolong tinggi, yaitu diperkirakan sekitar 17.6% dari jumlah total penderita BTA positif. Indonesia juga masih menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan beban TB Paru terberat di dunia pada tahun 2013. Case finding merupakan hal yang sangat krusial dalam memberantas penyakit TB Paru Apabila case finding sepenuhnya bergantung pada kesadaran pasien, tentunya program pemberantasan dan penghentian penularan penyakit TB Paru menjadi menurun efektivitasnya. Problem lain yang juga terkait erat dengan case-finding adalah patient's delay, yang merupakan waktu jeda antara pertama kali munculnya sindrom dengan kunjungan pertama pasien ke fasilitas kesehatan. Semakin panjang patient's delay, maka TB Paru akan lebih mudah untuk ditularkan ke orang sehat lainnya dan pengobatan TB Paru pada pasien akan semakin sulit untuk dilakukan. Patient's delay dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor yang melekat pada diri pasien, pada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan, maupun faktor-faktor sosiokultural dan demografis yang turut serta berperan dalam patient's delay. Pemahaman yang komperhensif health-belief model yang dimiliki oleh masyarakat yang berisiko terdampak penyakit TB Paru akan menunjang desain intervensi sosial atau kebijakan kesehatan yang berkonteks, sehingga harapannya dapat menurunkan patient's delay serta menurunkan jumlah penderita TB Paru di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain penelitian survei, dimana partisipan penelitian akan diminta untuk mengisi kuesioner yang mengeksplorasi beberapa variable yang mencerminkan health-belief model\ yaitu perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefits, perceived barriers, cues to action dan efikasi diri. Partisipan penelitian ini adalah 500 responden yang berdomisili di Kecamatan Semampir, Asemrowo, Bubutan, Pabean Cantian dan Simokerto, yang merupakan wilayah kecamatan yang paling berisiko terdampak TB Paru dibandingkan kecamatan lainnya. a[Lokal Konten-Surabaya (37)]3 aMahasiswa dan Peneliti aTUBERKULOSIS0 aWiwin Hendriani aJIPDSUR aJIPDSUR aCB[G]-D13/2016-50[37] aCB[G]-D13/2016-50[37] aDPK4034