02770 2200301 4500001002100000005001700021008004100038020001800079035002400097040001200121082002000133090002000153100002900173245009100202250001000293260003800303300002600341504002800367520191700395520002002312521001102332650003002343700002502373850001202398852001202410990002302422990002302445JATIM-1211000000010520160921110330.0 ind  a979-25-2732-X 0010-121100000000105 aJIPDSUR 2[22]a499.222 5 a499.222 5 ARY p aAryo Bimo Setiyanto, Dr. aParama Sastra Bahasa Jawa/cDr.Aryo Bimo Setiyanto,SH; penyelaras Meitia Dewi Selfiani aCet.2 aYogyakarta:bPanji Pustaka,c2010 axiii,443 hlm.;c24 cm aBibliografi hlm 443-444 aPARAMA Sastra Bahasa Jawa memuat konsep unggah-ung- guhing basa, kasar alusing rasa dan jugar genturing tapa. Daiam perspektif ilmu kefilsafatan dikenal adanya logika-etika-este- tika yang merujuk pada aspek kebenaran, kebaikan dan kein- dahan. Tata pikir orang Jawa sejak dahulu kala mengenal adanya cipta-rasa-karsa. Secara berjenjang deskripsi filsafat ke- bahasaan itu terdiri dari tataran madubasa-badurasa-madubrata yang mencakup punua-madya-wasana. Madu basa meliputi sopan-santun berbahasa, tata cara, adat istiadat, terutama hal ikhwal memadu bahasa, demi ke- manisan madunya. Madu rasa meliputi tepa sarira, tepa-tepi, ung- gah-ungguh, eguh-tangguh, tuju panuju, empan papan, kala-mang- sa, dan duga prayoga. Kemanisan rasa yang dialami pada tingkat kedua ini lebih mendalam dan jauh lebih lama berlangsungnya daripada tingkatan pertama, juga lebih mengasyikkan. Kese- nangan orang yang sedang thalabul ilmi, ngudi kazuruh, tidah pernah berkurang bahkan selalu bertambah. Madu brata meli¬puti eling lan waspada atau awas eling. Nawung kridha, manusia dapat merasakan sendiri bahwa pemeliharaan hidupnya me- merlukan pengetahuan tentang tabiat alam yang berbeda- beda. Manusialah yang harus adaptif dan responsif terhadap alam dalam batas-batas seperlunya. Pangastuti yaitu daya ba- tin yang diridhai Tuhan (jinurung ing ghaib), yang mampu mengalahkan sura dira jayaningrat. Para pujangga Jawa dan sarjana winasis pada umumnya sedikit bicara. Tekanannya terletak pada pengolahan diri dan pembinaan kepribadian. Mereka yang ada di depan, para pe- muka masyarakat, para pemimpin, haruslah asung tuladha. Golongan menengah mangun karsa dan mayoritas rakyat tut wuri handayani. Walaupun demikian bukannya pelajaran-pela- jaran tadi lalu bercerai-berai dan berserakan tanpa sistem, melainkan segalanya berlangsung dengan hati-hati, memerlukan kehalusan perasaan, intensitas kemauan dan bertingkat- tingkat.# a[JawaNeka (43)] aDewasa aBAHASA JAWA - TATA BAHASA aMEITIA Dewi Selfiani aJIPDSUR aJIPDSUR a356.416/BPK/P/2011 a356.415/BPK/P/2011